Minggu, 21 November 2010

KOHESIVITAS DAN PERKEMBANGAN KELOMPOK part 1

KOHESIVITAS DAN PERKEMBANGAN KELOMPOK
Apakah kohesivitas kelompok itu ?
Sebuah kelompok, seperti makhluk hidup yang lain, terus berkembang dari waktu ke waktu. Dalam satu kelompok mungkin dimulai dari sekumpulan orang asing yang tidak saling mengenal, tetapi seiring waktu, secara tiba-tiba kelompok tersebut memberikan sebuah kohesifitas sehingga anggota-anggotanya menjadi sebuah kelompok sosial yang erat.
Secara intuitif kita dapat membedakan antara kelompok yang kohesif dan kelompok yang tidak kohesif. Kelompok yang kohesif merupakan satu kesatuan. Anggota-anggotanya menikmati interaksi antar mereka, dan mereka tetap bersatu dan bertahan dalam waktu yang lama.
Kohesivitas adalah mengenai penyatuan kekuatan. Kebanyakan para sarjana mencari konsep tentang kohesifitas, kembali pada teori Kurt Lewin, Leon Festinger, dan kolega-kolega mereka di Research Center of Group Dynamics. Lewin, pada tahun 1943, menggunakan istilah cohesive untuk menggambarkan sebuah kekuatan yang menjaga kelompok agar tetap utuh dengan cara menjaga kesatuan anggota-aggotanya. Festinger mendefinisikan kohesivitas sebagai total dari sebuah kekuatan yang berada pada anggota-anggota kelompok yang tetap bertahan pada kelompok tersebut (Festinger, Schachter, & Back, 1950, p.164).
Konsep ini menggambarkan konsep kohesivitas secara fisik, dimana didefinisikan sebagai kekuatan dari “daya tarik molekul” yang menjaga agar partikel-partikel tetap bersatu. Aplikasinya pada sebuah kelompok, kohesivitas adalah kekuatan dari pemersatu yang menghubungkan anggota kelompok secara individual dengan anggota yang lain dalam satu kelompok secara keseluruhan.
Kohesivitas adalah sebuah kesatuan kelompok. Orang-orang yang bekerja dalam film Snow White merasa bahwa mereka merupakan orang-orang yang terbaik di dunia, dan mereka yakin mereka dapat meraih tujuannya. Mereka menggambarkan kelompok sebagai keluarga, tim, dan komunitas. Banyak teori-teori yang menjelaskan hal tersebut sebagai “belongingness” atau “we-ness”, yang merupakan esensi dari kohesivitas kelompok. Anggota-anggota dalam kelompok yang kohesif memberikan rasa kebersamaan yang tinggi kepada kelompoknya, dan mereka sadar bahwa terdapat persamaan antar anggota dalam kelompok. Individu dalam kelompok yang kohesif—dimana kohesivitas diartikan sebagai perasaan kuat dari sebuah keberadaan komunitas yang terintregasi – akan lebih efektif dalam kelompok, lebih bersemangat, dalam menghadapi masalah-masalah sosial maupun interpersonal.
Kohesivitas merupakan sebuah ketertarikan. Beberapa teori mempertimbangkan kohesivitas sebagai sebuah ketertarikan personal (Lott & Lott, 1965). Pada level individu, anggota dalam kelompok yang kohesif saling menyukai satu sama lain. Contohnya, pada para pegawai di studio Disney, anggota-anggota kelompok tersebut menjadi teman dekat, dalam beberapa waktu kemudian mereka mendapatkan beberapa koneksi di luar kelompok mereka. Dalam level kelompok, anggota-anggota kelompok tertarik pada kelompok itu sendiri. Anggota kelompok mungkin bukan merupakan teman, tetapi mereka mempunyai pandangan positif terhadap kelompoknya.
Michael Hogg membedakan antara ketertarikan personal dan ketertarikan sosial. Jika antar anggota menyukai satu sama lain, maka disebut sebagai ketertarikan personal, bukan kohesivitas kelompok. Sedangkan, kohesivitas kelompok mengarah pada ketertarikan sosial, yaitu saling menyukai antar anggota dalam satu kelompok berdasar pada status sebagai anggota kelompok tersebut
Kohesivitas adalah teamwork. Banyak teori menyatakan bahwa kohesi harus dilakukan bersama dengan keinginan para anggotanya untuk bekerja sama mencapai tujuan. Sehingga, kelompok yang dikatakan kohesif ditandai dengan considerable interdependence of members, stabilitas antar anggota kelompok, perasaan bertanggung jawab dari hasil usaha kelompok, absent yang berkurang, dan tahan terhadap gangguan (Widmeyer, Brawley, & Carron, 1992).
Kohesivitas adalah multidimensional. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 6-1, dinamika kelompok yang berbeda telah mengkonsep kohesivitas dalam beberapa cara. Kenneth Dion yakin bahwa kohesivitas adalah konstruk multidimensional. Membentuk kekuatan sosial, rasa untuk bersatu, ketertarikan antar anggota dan kelompok itu sendiri, dan kemampuan kelompok untuk bekerja sebagai tim merupakan semua komponen dari kohesivitas, tetapi kelompok yang kohesif mungkin tidak memiliki seluruh (lengkap) kualitas ini. Sehingga, tidak ada kelompok yang benar-benar kohesif. Suatu kelompok mungkin menjadi kohesif karena anggotanya bekerja dengan baik dengan anggota lain, dan berbeda dengan kelompok lain yang menjadi kohesif karena setiap anggotanya memiliki rasa kebersamaan kelompok.
Tabel 6-1 Kohesivitas : Sebuah Konstruk Multidimensional
Dimensi Definisi
Social force “total dari sebuah kekuatan yang berada pada anggota-anggota kelompok yang tetap bertahan pada kelompok tersebut (Festinger, Schachter, & Back, 1950, p.164)”
Group unity “sebuah sintesis dari perasaan individu tentang keberadaan dalam kelompok dan perasaan mereka terhadap moral sebagai anggota kelompok” (Hoyle & Crawford, 1994, pp. 477-478)
Attraction “sifat kelompok yang diambil dari jumlah dan kekuatan sikap-sikap positif antara angggota kelompok” (Lott & Lott, 1965, p. 259)
Teamwork “proses dinamik yang menggambarkan kecenderungan sebuah kelompok yang tetap bersatu dan tetap pada kebersamaan tujuan dan sasaran” (Carrron, 1982, p. 124)
Mengukur kohesivitas kelompok
Sebuah definisi operasional menggambarkan sebuah konstruk, seperti kepemimpinan, kohesivitas, atau kekuatan, hingga dapat diukur (Hampel, 1966). Secara konseptual banyak teori yang mendefinisikan kohesivitas dalam berbagai cara, sehingga para peneliti telah mengembangkan banyak cara yang berbeda untuk mengukur kohesivitas secara empiris (Hogg, 1992).
Mengobservasi kohesi. Kohesivitas kelompok di studio Disney sangatlah jelas. Observer, memperhatikan perkerjaan sehari-hari orang-orang disana, dan dapat disimpulkan bahwa kelompok tersebut kohesif. Strategi observasi digunakan untuk mengukur kohesivitas kelompok. George Caspar Homans (1950) menggunakan metode observasi untuk meneliti sebuah tim. Dia mencermati hubungan interpersonal antar anggota, mencatat tekanan dan konflik yang terjadi dan seberapa lancar kelompok dapat bekerjasama sebagai satu kesatuan.
Beberapa peneliti beranggapan dirasa perlu untuk meningkatkan ketelitian metode observasi dengan sistem koding yang terstruktur, seperti Interaction Process Analysis (IPA) dan System of Multiple Level Observation of Groups (SYMLOG) oleh Robert Bale. Peneliti yang lain telah menggunakan metode observasi untuk menilai suatu kohesivitas. Untuk mengukur kohesivitas dari kelompok terapi, peneliti menghitung waktu dari panjang sesi akhir “group-hug” atau pelukan berkelompok.
Pendekatan self report. Metode self report merupakan cara lain untuk mengukur kohesivitas. Leon Festinger menggunakan sociometry dalam studinya mengenai kelompok orang-orang yang tinggal di lingkungan rumah yang sama (Festinger, Schachter, & Back, 1950). Pendekatan kedua dari self report mengasumsikan bahwa anggota kelompok dapat menggambarkan kesatuan dari kelompoknya secara tepat. Para peneliti juga menggunakan skala multi-item yang mengandung banyak pertanyaan yang dapat mengukur index kohesivitas kelompok. Sebagai contoh :

BERSAMBUNG ke part 2

sumber : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar